Senin, 02 Mei 2011

Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI)

Mitra Buruh Dalam Menuntut Keadilan
  
Suherman, AMD (Korwil KSBSI Kalbar)
 
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) periode 2007-2011 yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO-KSBSI), Rekson Silaban menjelaskan, bahwa apa yang telah dilakukan komunitas buruh yang berdemo pada Hari Peringatan Buruh kemarin, tidak perlu dicemaskan.
"Pemerintah tidak perlu khawatir mengenai aksi demo yang direncanakan buruh dalam memperingati Mayday (Hari Buruh) dibeberapa daerah kemarin," terang Rekson Silaban.
Ia menyatakan, KSBSI juga terus memonitor dan mewaspadai kemungkinan-kemungkinan penyusupan serta penunggangan tersebut.
"Makanya, Pemerintah harus tanggap menjaga dan menindaknya," lanjut Rekson Silaban.
Sementara Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjanji akan terus mengembangkan kebijakan yang tidak merugikan perusahaan dalam negeri. Hal itu antara lain akan dilakukan pembatasan produk-produk asing. Disisi lain pemerintah akan mewujudkan sinergi antara unsur pekerja, pengusaha, dan tentunya pemeritah.
"Pengusaha jangan mudah melakukan PHK. Kalau PHK dilakukan, nanti banyak pengangguran," tegas SBY.
Dalam sesi tanya jawab dengan pekerja di PT Industri Keramik Kemengangan Jaya. Fahrul Roziah, yang menjadi perwakilan dari 1.140 karyawan, mengeluhkan besarnya potongan pajak bagi pekerja yang berpenghasilan rendah.
"Selama ini kami dipotong pajak penghasilan atau PPh 21 yang cukup besar. Untuk itu kami berharap, bisa merasakan manfaat PPh 21 itu," ungkap Fahrul.
Menanggapi apa yang dikeluhkan Fahrul, SBY mengatakan bahwa pajak berlaku dan diperlukan di negara manapun.
"Sebagai contoh kita membangun, menjalankan pemerintahan, membantu rakyat seperti dibidang pendidikan, kesehatan, pengurangan tingkat kemiskinan serta menjaga keamanan Negara dan itu hampir 80 %-nya di biayai dari pajak," terang SBY.
Lebih jauh Presiden menjelaskan bahwa yang harus atau wajib membayar pajak lebih itu, adalah orang-orang yang berpenghasilan tinggi, karena dalam menjalankan kegiatan usahanya diberikan kemudahan-kemudahan oleh negara.
"Bagi saudara-saudara kita yang tidak mampu membayar pajak tentunya tidak boleh diwajibkan membayar pajak. Untuk hidup sehari-hari pun katakanlah pas-pasan, dipajakin, itu tidak adil." ungkap SBY.
Untuk itu SBY meminta kepada Menakertrans, Menteri Keuangan, Dirjen Pajak, dan menteri-menteri terkait untuk melihat kembali batasan keadilan pengenaan pajak bagi pekerja. Beliau juga mengungkapakn selama ini masyarakat dengan penghasilan dibawah Rp.1,25 juta/bulan tidak termasuk dalam kriteria PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
"Saya berharap Gubernur, Bupati, Walikota, se-Indonesia agar momen peringatan Hari Buruh kemarin dapat menjadi media dalam meningkatkan komunikasi pendekatan kepada para buruh dan organisasi-oraganisasinya," pesan SBY.
Sementara Ketua Koordinator Wilayah (Korwil) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kalbar, Suherman, AMD, mengungkapkan bahwa KSBSI Kalbar akan terus memonitoring dan semaksimal mungkin berupaya meningkatakan pemahaman para pekerja/buruh terutama di bidang hukum dan hak-hak serta keadilan.
Suherman menambahkan ada beberapa point yang menjadi tuntutan KSBSI dalam menangani permasalahan para pekerja/buruh.
” Sepuluh tuntutan tersebut intinya mengenai nasib para pekerja (buruh). Dan tuntutan ini akan terus kami tuntut hingga terealisasi.” ungkap Herman sapaan akrabnya ketika diwawancarai Integritas.
Inti isi dari 10 (sepuluh) tuntutan tersebut adalah lebih terfokus kepada hal-hal yang selama ini masih membayang-bayangi para pekerja (merugikan).
Yang pertama, kami meminta Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dilaksanakan dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). ‘
“ Kami meminta kepada Pemerintah dan DPR RI segera merumuskan SJSN dan membentuk BPJS sesegera mungkin, karena waktu untuk perumusan (pembahasan) tinggal 3 (tiga) hari lagi dan jika tidak segera di laksanakan atau dirumuskan maka harus menunggu 5 (lima) tahun lagi untuk melakukan menetapkan SJSN dan pembentukan BPJS yang merupakan sebuah badan wali amanah.” tegas Herman.
Kedua, berikan perlindungan yang jelas dan nyata terhadap PRT (pembantu rumah tangga) dan Buruh Migran/TKI diluar Negeri, sesuai dengan amandemen Undang-Undang seperti yang tercantum dalam beberapa instrument, yang harus dijadikan acuan Perda Buruh Migran, yakni: Undang-Undang Dasar 1945, UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan beberapa Konvensi ILO yang telah disahkan oleh Indonesia, yaitu Konvensi No 29 tentang Kerja Paksa, Konvensi No 98 tentang Berlakunya Dasar-dasar Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama, Konvensi No 100 tentang Renumerasi Setara, Konvensi No 87 tentang Kebebasan Berasosiasi dan Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi, Konvensi No 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa, Konvensi No 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, dan Konvensi 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja.
Suherman, AMD (no 2 dari kanan-bawah) Bersama Pengurus KSBSI Saat Kongres VI  Di Jakarta 25-27 April 2011
Ketiga, ungkap Herman, pemerintah dapat memberikan perlindungan yang layak terhadap para pekerja di suatu perusahaan dan kepada perusahaan yang bersangkutan dapat memberikan hak-hak yang wajar untuk para pekerja/karyawannya.
Saat ditanya mengenai sistem buruh kontrak di tubuh outsourching, Herman mengungkapkan bahwa hal tersebut termasuk dalam point tuntutan KSBSI. Kami meminta kepada pemerintah dan juga perusahaan-perusahaan yang ada, agar sistem outsourching tersebut dihilangkan.
”Pembenahan ini diperlukan karena menurut data Bank Dunia pada tahun 2010 menyebutkan bahwa 35% dari total pekerja formal yang ada di Indonesia atau sekitar 11,55 juta orang adalah pekerja sebagai tenaga outsourcing. Padahal pada tahun lalu, menunjukkan angka 67% dari sekitar 32 juta pekerja formal menjadi bagian dari tenaga kerja outsourcing. “ ungkap Herman saat menjelaskan point ke 4 dalam tuntutan KSBSI itu.
Ke-lima, Disnaker dapat proaktif dalam melakukan pengawasan terhadap ketenagakerjaan di lapangan.
“Selama ini kami menilai pengawasan tersebut masih minim, untuk itu kami meminta pemerintah terkait dapat ekstra aktif dalam pengawasannya. “ tuturnya.
Dalam penyelesaian masalah, KSBSI lebih mengedepankan Sosial Dialog kepada para pekerja. Kemudian Herman juga memaparkan bahwa beberapa perusahaan di Kalbar masih banyak yang tidak memberikan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JamsostekP) kepada pekerjanya.
Mengenai masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dialami serikat buruh/pekerja di suatu perusahaan, Herman meminta agar pihak perusahaan lebih melihat kepada aspek kepentingan bersama. Sehingga dalam produktivitas/kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada pihak-pihka yang dirugikan.
“Perusahaan juga harus menjauhkan imej bahwa serikat pekerja atau buruh yang terbentuk adalah musuh bagi mereka. Adanya serikat pekerja atau serikat buruh sesuai dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2000, untuk itu jika terjadi perselisihan dan permasalahan di tubuh pekerja dengan perusahaan, kami (KSBSI Kalbar) siap menjadi mediator dalam penyelesaian masalah tersebut tentunya untuk kepentingan bersama bukan sepihak, “ ungkap putra kelahiran Darit ini sesuai mengikuti dialog mengenai buruh di RRI Pro 2 Pontianak (02/05).
Pada point ke 10 dalam tuntutan KSBSI Kalbar, meminta agar dari pihak pemerintah dapat membentuk pegawai pengawasan di setiap kota/kabupaten.
“Adanya pegawai (pengawas) lapangan di tubuh Disnaker untuk kota dan kabupaten sangat diperlukan agar dalam penyelesaian kasus-kasus buruh/pekerja yang selama ini tidak tertangani, dapat bersama-sama kita selesaikan, “ terangnya.
Dalam kesempatan Pembukaan Pelatihan Pengupahan dan PKB bagi anggota KSBSI se-Propinsi Kalimantan Barat yang diselenggarakan di Palapa Beach Hotel, Pasir Panjang, Singkawang-Kalimantan Barat beberapa pekan lalu, dari Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER Kalbar) yang diwakili Drs. Hasan Rismulyadi memberikan apresiasi kepada KSBSI sebagai satu-satunya organisasi buruh di bumi Kalimantan Barat ini yang mempunyai kepedulian terhadap nasib dan kesejahteraan kaum buruh dengan memberikan pelatihan bagi anggotanya.
“Diharapkan pelatihan ini dapat bersinergi dengan kapasitas anggota KSBSI dalam melakukan perundingan terutama dalam pembentukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan perundingan pengupahan ditingkat perusahaan.” ungkap Hasan Rismulyadi.
Ia menambahkan bahwa pemerintah dalam hal ini Disnaker Propinsi Kalbar merasa terbantu dalam hal kegiatan sosialisasi tentang ketenagakerjaan, dikarenakan anggaran yang sangat terbatas yang dimiliki oleh Disnaker. Oleh karena itu peran serta serikat buruh seperti KSBSI perlu ditiru oleh serikat-serikat lainnya di Kalbar.
“Kepada kawan-kawan (pekerja/buruh/umum) yang mengalami permasalahan di ruang lingkup pekerjaan dalam artian telah dirugikan dapat menyampaikannya kepada kami, dan kami siap apabila ada kawan-kawan yang ingin bergabung menjadi anggota KSBSI Kalbar.“ pesan Herman mengakhiri wawancaranya kepada Integritas. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar